Hukrim

Mesin EDC Dituding Jadi Alat Pembobolan, Kuasa Hukum: “Narasi Itu Tidak Masuk Akal”

60
×

Mesin EDC Dituding Jadi Alat Pembobolan, Kuasa Hukum: “Narasi Itu Tidak Masuk Akal”

Sebarkan artikel ini
IMG 20251103 WA0031 scaled
Kamarullah: “Bang Alief Bukan Pelaku, Tapi Korban Salah Langkah Bank Jatim dan Penyidik”.

SUMENEP, Beritata — Kasus dugaan pembobolan mesin EDC senilai Rp23 miliar yang menyeret nama Bang Alief dinilai penuh kejanggalan. Kuasa hukum pemilik usaha tersebut, Muhammad Fajar Satria, menuding pihak Bank Jatim telah salah arah dan tidak profesional.

Kamarullah, selaku kuasa hukum Fajar, menegaskan bahwa usaha jasa transfer Bang Alief yang berdiri sejak 2010 itu tidak pernah bermasalah dengan pihak mana pun hingga tahun 2018. Bahkan, beberapa bank nasional disebut pernah memberikan apresiasi atas kinerja dan integritas Fajar dalam mengelola transaksi.

Namun, situasi berubah ketika kerja sama dengan Bank Jatim berjalan pada periode 2019–2022. Dari sinilah muncul tuduhan bahwa Fajar melakukan “pembobolan” sistem melalui mesin EDC dengan nominal fantastis mencapai Rp23 miliar.

“Tudingan itu tidak masuk akal,” tegas Kamarullah.

“Sistem EDC tidak memungkinkan untuk melakukan pembobolan. Semua transaksi sudah terekam, terverifikasi, dan dikontrol penuh oleh sistem bank.”

Untuk menjawab tudingan tersebut, pihak Bang Alief melakukan simulasi terbuka terhadap berbagai mesin EDC dari sejumlah bank. Hasilnya, tak ditemukan satu pun celah yang memungkinkan manipulasi saldo atau transaksi ilegal.

“Setiap transaksi di mesin EDC memerlukan otorisasi dari bank penerbit dan penerima. Semua tercatat otomatis. Tidak ada ruang untuk pembobolan seperti yang dituduhkan,” jelas Fajar.

Kamarullah juga menyoroti langkah penyidik dan pihak Bank Jatim yang dinilainya terburu-buru melakukan penyitaan uang milik Bang Alief tanpa dasar hukum kuat.

“Uang itu merupakan modal usaha dan gaji karyawan. Namun tetap disita tanpa prosedur yang sah. Ini jelas tindakan prematur dan berlebihan,” ujarnya.

Akibat penyitaan tersebut, aktivitas usaha Bang Alief terhenti total. Sebanyak 18 pegawai kehilangan pekerjaan, sementara operasional jasa transfer yang telah berjalan lebih dari satu dekade kini berhenti.

“Ini bukan sekadar kerugian ekonomi, tapi juga persoalan kemanusiaan. Ada 18 keluarga yang terdampak karena salah prosedur,” tambah Kamarullah.

Ia menegaskan, Bang Alief hingga kini masih memiliki izin usaha yang sah dan tidak pernah disegel pihak berwenang. Penutupan operasional murni terjadi karena tekanan dari proses hukum yang dinilai tidak proporsional.

“Usaha ini tidak melanggar hukum. Justru pihak Bank Jatim yang bertindak sembrono dengan menjadikan mesin EDC sebagai kambing hitam,” tegasnya.

Atas dasar itu, pihak kuasa hukum menuntut agar uang hasil penyitaan segera dikembalikan. Menurutnya, dana tersebut bukan barang bukti kejahatan, melainkan modal usaha yang sah.

Selain itu, laporan dugaan pelanggaran prosedur oleh penyidik juga telah dikirimkan ke Polda Jawa Timur, Mabes Polri, dan sejumlah kejaksaan di berbagai tingkatan.

“Kami berharap aparat penegak hukum bersikap objektif dan menegakkan keadilan berdasarkan fakta, bukan asumsi. Penanganan kasus ini harus jujur dan transparan,” pungkas Kamarullah.

Humas Polres Sumenep, AKP Widiarti, belum memberikan keterangan terkait pernyataan Fajar Satria dan kuasa hukumnya mengenai penyitaan yang disebut melibatkan uang nasabah dan hak karyawan.

“Polres Sumenep sudah sesuai dengan prosedur,” jawabnya dengan singkat.