Berita

Festival Tan Pangantanan Dengan Syair Dhe’ Nondhe’ Ni’ Nang Di Wisata Pantai Lombang Kenang Masa Kejayaan Sumenep

204
×

Festival Tan Pangantanan Dengan Syair Dhe’ Nondhe’ Ni’ Nang Di Wisata Pantai Lombang Kenang Masa Kejayaan Sumenep

Sebarkan artikel ini
Festival Tan Pangantanan

Sumenep,Beritata.com –Tan-pangantanan atau yang dikenal dengan Dhe’ Nondhe’ Ni’ Nang merupakan suatu tradisi permainan yang berlangsung di masa silam saat musim panen usai. Dari catatan sejarah dan tafsir atas syair Dhe’ Nondhe’ Ni’ Nang adalah tradisi yang diperkirakan berlangsung sejak tahun 1574.

Festival Tan-Pangantanan Dhe’ Nondhe’ Ni’ Nang, merupakan rangkaian agenda kegiatan Pemerintah Kabupaten Sumenep 2023 bertajuk Masa Kejayaan.

Sebanyak 34 regu dari berbagai lembaga pendidikan mulai tingkat Taman Kanak-kanak (TK) dan Raudhatul Athfal (RA) memeriahkan, dengan rincian TK sebanyak 27 regu dan RA sebanyak 7 regu

Festival Tan-Pangantanan kali ini diadakan di kawasan objek wisata Pantai Lombang Desa Lombang Kecamatan Batang-batang, dengan menampilkan sepasang pengantin yang berpakaian ala pengantin, diikuti pengiring kedua mempelai dan diarak sepanjang jalan menuju rombongan, pengantin tidak hanya berjalan beriringan saat tampil di festival itu, mereka juga sambil melantunkan syair Dhe’ Nondhe’ Ni’ Nang, sehingga penampilan para peserta mampu menyedot perhatian masyarakat yang hadir menyaksikannya. Minggu (14/05/2023).

Syair Dhe’ Nondhe’ Ni’ Nang merupakan untaian syair yang memiliki makna historis dan nilai filosofis. Secara historis syair tersebut mengisahkan  tentang Pemerintahan Pangeran di Sumenep pada abad XVI.

Sebuah tata-krama untuk hormat kepada orang tua, guru, dan pemimpin pemerintahan (rato). Pembangkangan terhadap tatakrama tersebut maka akan tersisih dari masyarakatnya (Mon ta’nondhe’ jaga jaggur).

Nilai-nilai yang meliputi nilai pendidikan, antara lain: Keimanan dan ketaqwaan dalam kalimat La – sayumla haeto lilla Ya amrasul kalimas topa’. Nilai yang mengajarkan kepasrahan kepada  Allah dan Rasulullah, dalam Iman dan islam.

Sikap untuk selalu bersabar dalam menerima kenyataan dengan selalu berpegang kepada Allah Tuhan Yang Maha Kuasa. Dhe’nondhe’ni’nang juga mengisyaratkan kerukunan.

Sepasang pengantin pasangan hidup yang dibimbing oleh pengiring dan mengikuti pesan pengiring. Dalam hubungan dengan kehidupan sosial masyarakat di dalamnya mengandung makna kerukunan, disimbolkan dengan banyaknya pengiring yang berbeda perangai tetapi tetap pada satu tujuan yang sama mengiring penganten.

Di sela-sela pelepasan peserta festival Bupati Sumenep Achmad Fauzi mengatakan, “Semoga, kegiatan yang mengangkat budaya lokal bisa mengurangi dampak negatif gempuran budaya barat yang menimpa generasi muda di zaman digital ini”.

“Generasi muda yang mengetahui seni budaya leluhur, tentu saja tidak mencari budaya baru dari dunia barat,” tambah Bupati

Diharapkan, elemen masyarakat juga melestarikan budaya lokal dengan berbagai kegiatan, sebagai media menanamkan wawasan sekaligus kecintaan budaya  kepada generasi milenial sejak usia dini, supaya mereka mewarisi nilai-nilai budaya warisan budaya leluhur Kabupaten Sumenep.

Bupati Achmad Fauzi bersama Bunda PAUD Nia Kurnia, Wakil Bupati Hj. Dewi Khalifah, Sekretaris Daerah Edi Rasiyadi dan unsur Forkopimda melepas peserta.

“Kami mengapresiasi lembaga pendidikan yang mengikuti festival ini, karena sangat positif untuk menumbuhkan kesadaran kolektif semua elemen masyarakat mensosialisasikan budaya lokal,” pungkas Kadisdik Sumenep Agus Dwi Saputra.(int)