Sumenep, beritata.com – Akumulasi DBHCHT tahun 2023 ini sebesar 56 miliar rupiah, yang terdiri dari 4 miliar dana tambahan, 10 miliar sisa tahun lalu dan dana awal 42 miliar yang didapat di tahun 2023. Salah satu pengampu anggaran ini adalah Satpol PP dengan total 10 persen dari total anggaran yang ada.(5/8/23)
Masyarakat Sumenep menyoroti maraknya penyebaran rokok durno alias ilegal yang beredar dalam beberapa tahun belakangan ini.
Salah satu aktifis yang begitu getol mempersoalkan penanganan peredaran rokok ilegal alias durno, Bagus Junaidi. Rasa keprihatinannya terhadap penggunaan anggaran yang terkesan dihambur-hamburkan sangatlah tidak tepat.
“Anggaran DBHCHT untuk menekan angka peredaran rokok tanpa pita cukai (ilegal) menjadi anggaran sia sia alias mubazir. Sosialisasi termasuk tak efektif dan tidak memberikan dampak apapun,” kata Bagus Junaidi aktifis Aliansi Sumenep Bangkit (ASB) di Sumenep.
Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau selama ini diperlakukan secara khusus atau sangat berbeda dengan anggaran yang bersumber dari APBN atau APBD, dimana secara pengawasan mengalami kecenderungan tertutup dan privasi tinggi, dimana keterlibatannya secara intens, hanya diperankan oleh pemerintah daerah dan Bea Cukai saja, tanpa instrumen pengawasan negara yang memantaunya, sehingga kondisi tersebut sangat rentan dengan kepentingan pribadi untuk memperkaya diri sendiri beserta jaringannya saja.
Ibarat sebuah kesalahan, secara bertubi-tubi serta intesitas tinggi, pola yang salah tersebut terkesan sudah menjadi hal yang biasa dan bahkan bagi para pelaku seakan praktiknya tersebut halal dan amanah, sehingga para petani tembakau Madura, selalu menjadi ‘tumbal’ kepentingan para oknum dan sosok pejabat.
Bahkan dari sisi pengawasan dan pencegahan peredaran rokok ilegal, yang saat ini dilakukan oleh Satpol PP, sangat tidak bermanfaat dan terkesan hanya buang-buang anggaran, contohnya di Kabupaten Sumenep, Satpol PP hanya menggelar razia dipertokoan dan warung-warung kecil dan mendata berbagai jenis rokok ilegal, sementara produsennya hanya dilewati dan tidak disentuh sama sekali, padahal lokasi produksinya sangat mudah terlihat.
Anggaran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) yang melekat di Satuan polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur disoal.
Pasalnya, anggaran dikucurkan cukup besar digunakan untuk biaya sosialiasi dan edukasi dilakukan oleh penegak perda, namun dinilai tak mampu menekan peredaran rokok ilegal.
Bahkan, sosialisasi dan edukasi digelar selama ini terkesan ‘tidak mempan’ untuk menekan peredaran rokok tanpa pita cukai, bahkan semakin hari semakin menjamur di Kabupaten ujung timur pulau Madura.
Dirinya menilai, anggaran yang cukup fantastis kegiatan hanya sebatas formalitas yang tidak berdampak, rokok ilegal masih marak diperjual belikan di warung-warung.
“anggaran itu menjadi mubazir dan buang-buang dana saja. Apalagi, tupoksinya tidak bisa melakukan penindakan. Kami anggap hanya buang-buang anggaran saja. Sebab, outcomenya tidak jelas, “ tuturnya.
Hal yang sama diungkapkan Asmuni aktifis Bara Nusa Sumenep. Menurutnya, apa yang dilakukan satpol PP, seperti hanya ludruk saja. “Semuanya hanya ludruk dan buang anggaran saja,” sergahnya.
Kasatpol PP Sumenep Ach. Laily Maulidy menjelaskan, jika pihaknya sudah melakukan sosialisasi secara maksimal. Salah satunya, melakukan KIM, pertunjukan topeng di tahun lalu. “kan sosialisasi itu ada budayanya, makanya lewat topeng salah satunya,” katanya.
Selain itu, sambung dia, pihaknya juga melakukan sosialisasi melalui media dan billboard atau media ruang yang ada di Sumenep. “ Pendataan rokok ilegal di warung-warung juga kami lakukan, hasilnya dilaporkan ke bea cukai melalui sistem,” tegasnya.
Memang, terang dia, apa yang dilakukan pihaknya juga bagian dari mengejar skor yang sudah ditentukan. Hal itu agar anggaran DBHCHT tahun berikutnya tidak mengalami penurunan.(int)