Berita

Manis Dan Nikmatnya Rokok “Durno” Di Sumenep Hisap 1.9 Milyar

667
×

Manis Dan Nikmatnya Rokok “Durno” Di Sumenep Hisap 1.9 Milyar

Sebarkan artikel ini
Razia Rokok

Sumenep,Beritata.com – Biaya penanganan rokok ilegal di Kabupaten Sumenep tidak murah. Tahun ini pagu anggaran pencegahan peredaran rokok bodong Rp 1,9 miliar. Anggaran yang bersumber dari dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT) itu melekat di Satpol PP Sumenep.

Yang perlu dipertanyakan anggaran pencegahan peredaran rokok bodong Rp 1,9 miliar tahun 2023 yang begitu besar di Kabupaten Sumenep, sementara Satpol PP hanya melakukan razia dengan dalih pengumpulan informasi yang selanjutnya disetorkan ke pihak Bea Cukai.

Rokok DurnoPeredaran rokok tanpa pita cukai resmi alias rokok ilegal atau biasa disebut ‘durno‘ di daerah Sumenep semakin memprihatinkan. Berbanding terbalik dengan proses penindakan pihak berwenang yang dinilai setengah hati.

Terang benderang dan jelas-jelas janggal, razia dan penyitaan hanya dilakukan terhadap toko kelontong yang menjual yang notabene masyarakat kecil, sementara penindakan tidak langsung ke pusatnya. Pabrik yang memproduksi rokok ilegal. Ada pepatah yang mengatakan ‘Tidak ada asap jika tidak ada api’ (tidak mungkin ada rokok ‘durno’ yang beredar jika tidak ada pabriknya).

Tidak mungkin mereka tidak tahu pabriknya dimana ???!!!…

Kegiatan razia Satpol PP yang dilaksanakan dari 05 Juni hingga 30 Juli 2023, menghabiskan anggaran Rp.1,9 Milyar, sungguh ‘ironis’ anggaran sebesar itu dihabiskan dalam jangka hampir 2 bulan.

Ada istilah yang mengatakan menjadi ASN paling enak dibagian basah (pengguna/penghabis anggaran).

Lemahnya hukum di Indonesia rupanya menjadikan kesempatan dalam penindakan yang setengah hati APH atas pelanggaran barang kena cukai, Dalam pasal 54 Undang-Undang RI Nomor 39 Tahun 2007 tentang cukai, berbunyi “Setiap orang yang menawarkan, menyerahkan, menjual, atau menyediakan untuk dijual barang kena cukai yang tidak dikemas untuk penjualan eceran atau tidak dilekati pita cukai atau tidak dibubuhi tanda pelunasan cukai lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun ‘dan/atau’ pidana denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.”

Arti Kata Dan/Atau dalam hukum adalah opsi untuk memilih kata dan atau kata atau, dengan kata lain orang yang menjadi Terdakwa dalam putusan pengadilan pada akhirnya bisa memilih hukuman penjara atau denda yang harus dibayarkan.

Bagi pelanggar barang kena cukai yang sudah menjadikan dirinya ‘Sultan’ hal tersebut tidak akan membuat mereka pusing, karena dengan begitu mudahnya mereka bisa “mengkondisikan” aparat penegak hukum.

Sudah bukan menjadi rahasia umum lagi jika di Kabupaten Sumenep, ditenggarainya ada oknum-oknum yang ikut bermain dalam pusaran produksi dan peredaran rokok ilegal di Kabupaten Sumenep.

Dari hasil kutipan wawancara salah satu media nasional beberapa waktu yang lalu,  Kasatpol PP Sumenep itu menyampaikan, untuk tahun ini pagu DBHCHT yang dikucurkan untuk institusinya itu mencapai Rp 1,9 miliar. Dana tersebut akan digunakan untuk kegiatan pengumpulan informasi, operasi bersama, dan sosialisasi. ”Sesuai aturan, untuk kegiatan sosialisasi dan pemberantasan barang kena cukai,” katanya.

Kasatpol PP dalam hal ini juga menjelaskan, untuk sosialisasi, pihaknya mengumpulkan warga. Dalam forum itu akan dijelaskan peraturan berkenaan dengan barang kena cukai. Baik dari segi penggunaan dan sanksi bagi yang melanggar. ”Untuk sosialisasi kadang kami juga pasang stiker imbauan,” ucapnya.

Dan ditambahkan juga dalam penjelasannya, ”Setelah informasi keberadaan rokok ilegal itu kita dapatkan, kemudian disetorkan ke pihak bea cukai. Sebab, tugas kami hanya mengumpulkan informasi,” ulasnya.

Hasil wawancara awak media beberapa waktu yang lalu dengan Sekretaris Komisi I DPRD Sumenep Suroyo menyarankan kegiatan pencegahan rokok ilegal tersebut segera dilaksanakan. Tujuannya, agar keberadaan rokok bodong itu segera ditindak. Dengan begitu, peredarannya tidak meluas.

”Secepatnya lakukan razia. Anggaran Rp 1,9 miliar itu cukup besar. Kalau tidak segera dimanfaatkan nanti bisa sia-sia,” katanya.

Pertanyaannya yang dirazia siapa, apa hanya kios-kios penjual atau pedagang asongan kaki lima yang jualan di trotoar jalan ???? (red)