BeritaPeristiwa

Rilis PT KEI Tantang Media Lokal Dengan Menuding Sebagai Penyebar Fitnah

420
×

Rilis PT KEI Tantang Media Lokal Dengan Menuding Sebagai Penyebar Fitnah

Sebarkan artikel ini
PT KEI vs Pers
Pimpinan Asosiasi Wartawan dan Media Lokal

Sumenep, beritata.com – Pernyataan PT.Kangean Energi Indonesia (KEI) yang tertuang dalam siaran pers pada tanggal 25 Juni 2025 seakan mengkambing hitamkan media Sumenep dan sangat mencederai profesi wartawan.

Hal tersebut memancing perseteruan antara media Sumenep dengan PT. KEI. Dengan kompak 10 pimpinan asosiasi media dan wartawan di Kabupaten Sumenep mengadakan pertemuan membahas isi siaran pers yang dirilis PT KEI.

Kesepuluh orang tersebut menilai siaran pers KEI menyudutkan media dan wartawan lokal, serta tidak mencerminkan etika komunikasi yang baik dalam merespons situasi sosial yang tengah berkembang di wilayah kepulauan Sumenep.

PT KEI merilis pernyataan yang menuding media lokal sebagai penyebar fitnah dan provokator dalam pemberitaan terkait penolakan warga terhadap survei seismik di Kangean.

Sebagai respons, sepuluh asosiasi media dan wartawan di Sumenep menyampaikan pernyataan resmi yang mengecam narasi dalam siaran pers tersebut.

Kesepuluh organisasi tersebut antara lain: Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sumenep, Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI), Serikat Media Siber Indonesia (SMSI), Komunitas Jurnalis Sumenep (KJS), Ikatan Wartawan Online (IWO), Asosiasi Media Online Sumenep (AMOS), Persatuan Wartawan Republik Indonesia (PWRI), Asosiasi Wartawan Demokrasi Indonesia (AWDI), Media Independen Online (MIO), dan Aliansi Jurnalis Sumekar (AJS).

Mewakili sikap kolektif, Ketua PWI Sumenep, M. Syamsul Arifin, menyebut bahwa tudingan dalam siaran pers tersebut tidak berdasar dan cenderung merendahkan integritas jurnalis yang bekerja di lapangan.

“Pernyataan resmi PT KEI itu tidak hanya menyesatkan, tapi juga menambah keruh suasana. Kami jurnalis bekerja berdasarkan fakta dan verifikasi. Bukan menyebar fitnah, apalagi memprovokasi. Tuduhan itu tidak bisa diterima,” tegas Syamsul, Jumat (27/6).

Syamsul menegaskan, dalam konteks pemberitaan penolakan eksplorasi migas di Kangean, media telah menjalankan fungsi kontrol sosial dan menyuarakan aspirasi masyarakat secara berimbang.

“Kalau ada yang merasa dirugikan oleh pemberitaan, ada mekanisme hak jawab. Bukan malah menyerang secara sepihak melalui rilis yang isinya justru tendensius,” imbuhnya.

Untuk diketahui rencana eksplorasi migas oleh PT Kangean Energy Indonesia (KEI) di wilayah barat Pulau Kangean memicu gelombang penolakan keras dari masyarakat setempat.

Disebut PT KEI sengaja menyembunyikan informasi penting terkait dampak lingkungan yang akan ditimbulkan dari kegiatan eksplorasi migas, seperti kerusakan ekosistem laut dan ancaman terhadap keberlanjutan hidup masyarakat nelayan di Pulau Kangean.

Dalam tuntutan masyarakat adalah mengembalikan kedaulatan tanah dan laut kepada masyarakat adat dan lokal, serta hormati prinsip  Free, Prior, and Informed Consent (FPIC).

Mantan aktivis PMII Surabaya ini menyebut pernyataan yang dikeluarkan KEI terkesan “asal dan awur-awuran”. Menurutnya, perusahaan seharusnya lebih bijak dalam menyikapi dinamika yang berkembang, bukan malah menyudutkan media yang tengah menjalankan tugas jurnalistik.

“Sangat disayangkan, perusahaan sebesar KEI malah mengeluarkan pernyataan yang tidak berdasar. Ini jelas melecehkan profesi wartawan. Kami meminta klarifikasi terbuka,” ujar dia.

Ia menambahkan bahwa wartawan memiliki kode etik yang ketat, dan setiap produk jurnalistik tunduk pada Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999. Bila ada konten yang dinilai tidak tepat, kata dia, ada Dewan Pers dan mekanisme pengaduan, bukan melalui pernyataan yang justru memperkeruh keadaan.

Dalam pernyataannya ke 10 pimpinan media dan wartawan mendesak agar PT KEI segera mencabut rilis yang dianggap mencemarkan nama baik media lokal.

Menurutnya, media lokal selama ini justru menjadi mitra strategis dalam membangun ruang dialog antara warga, pemerintah, dan pihak perusahaan. Namun jika peran media justru dipojokkan, maka solidaritas antar jurnalis akan semakin kuat.

Sementara itu, Ketua AJS, Faldy Aditya mengingatkan bahwa siaran pers KEI yang provokatif menambah daftar panjang stigma buruk terhadap perusahaan migas yang beroperasi di wilayah Sumenep.

“Perlu kami ingatkan kembali, image perusahaan migas di Sumenep ini tidak ada yang baik, mulai dari ketidaktransparanan perolehan PI sampai ke CSR yang digelontorkan selama ini tidak tepat sasaran dan tebang pilih,” ujarnya.

Faldy pun menganggap pernyataan PT KEI dalam pers rilis ke sejumlah wartawan di Sumenep sebagai bentuk kepongahan komunikasi publik, termasuk menjadi kegagalan SKK Migas.

Senada dengan pimpinan organisasi lain, Ketua AJS juga mengultimatum PT KEI agar segera menyampaikan permohonan maaf secepatnya. “Seharusnya mereka introspeksi, bukan menyalahkan media. Kami siap mengawal isu ini sampai tuntas,” tandasnya.

Sebagai bentuk solidaritas, seluruh organisasi wartawan tersebut sepakat mengeluarkan pernyataan bersama dan akan menyampaikan somasi kepada pihak PT KEI jika tidak ada klarifikasi atau permintaan maaf dalam waktu dekat. (*)