Sumenep, beritata.com – Perkara pemalsuan dokumen nikah, dimana istri melaporkan suami ke Polres Sumenep kembali mencuat. Pelapor mempertanyakan tindakan Polres Sumenep yang sampai saat ini masih belum ada kejelasan.
Untuk diketahui berdasarkan Laporan Polisi Nomor : LP/B/155/VII/2024/SPKT/POLRES SUMENEP/POLDA JAWA TIMUR, tanggal 01 Juli 2024, tersebut pelapor Noer Zakiyah (Istri) yang melaporkan Taufiqur Rahman Emes (suami), dengan dugaan tindak pidana pemalsuan surat sebagaimana pasal 266 dan atau 263 KUHPidana.
Pelapor mengatakan, “kenapa sampai sekarang belum ada tindakan penangkapan dari Polres padahal perkaranya sudah tahun 2024 lalu. Dan sepengetahuan saya statusnya sudah tersangka, “terang Noer.
Informasi yang didapat beritata.com dari keluarga pelapor, tersangka masih terlihat beraktivitas normal dan bahkan bekerja seperti biasa di lingkungan tempat tinggalnya. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar di kalangan keluarga pelapor.
Saat beritata.com mengkonfirmasi hal tersebut kepada Kasat Reskrim AKP Agus Rusdianto, SH, dikatakan benar bahwa perkara tersebut dalam penanganan reskrim dan tersangka masih dalam pengejaran, dikarenakan statusnya saat ini masuk Daftar Pencarian Orang (DPO).
“Kami sudah menerbitkan DPO sejak Nopember 2024 tahun lalu pada tersangka TRE dan kami lakukan pencarian untuk penangkapan,”terang Kasat Reskrim pada beritata.com diruang kerjanya. Kamis, 29 Mei 2024
Kasat Reskrim juga menjelaskan bahwa semua harus melalui prosedur yang bertujuan untuk memastikan penangkapan DPO dilakukan secara sah, sesuai dengan hukum yang berlaku, dan melindungi hak-hak tersangka.
Kasus ini bermula dari pernikahan antara Noer Zakiyah (pelapor) dan Taufiqur Rahman Emes yang dilangsungkan secara resmi pada 29 Oktober 2023 di kediaman keluarga mempelai wanita, disaksikan oleh keluarga besar dan masyarakat sekitar. Pernikahan tersebut didukung oleh dokumen resmi berupa kutipan akta nikah dari KUA Kecamatan Pragaan.
Namun, hanya berselang beberapa hari setelah pernikahan, fakta mengejutkan terungkap. Taufiqur mengakui kepada istrinya bahwa ia telah lebih dulu menikah dengan wanita lain bernama Bella Pratiwi pada 16 Juli 2023, yang tercatat di KUA Kecamatan Genteng, Kabupaten Banyuwangi. Artinya, Taufiqur telah melakukan pernikahan kedua tanpa izin istri pertama, dan yang lebih parah—diduga menggunakan dokumen palsu untuk menyembunyikan status pernikahan sebelumnya.
Akibat kebohongan ini, keluarga Noer Zakiyah mengalami guncangan sosial dan psikologis yang berat. Reputasi keluarga hancur, dan pernikahan yang baru seumur jagung itu berakhir dengan penghinaan publik.
Disisi lain Kuasa hukum pelapor, Nadianto, SH mengatakan laporan pidana resmi pun telah diajukan ke Polres Sumenep pada Desember 2023 dan diperkuat kembali dengan bukti tambahan pada Juli 2024. Namun hingga saat ini, proses hukum berjalan tersendat, dan keberadaan tersangka belum juga diamankan.
Dikatakan juga adanya kecurigaan adanya dugaan keterlibatan oknum di KUA Kecamatan Pragaan dan Pemerintah Desa Pragaan Daya dalam memuluskan dokumen pernikahan kedua Taufiqur.
“Kami menduga keras telah terjadi praktik manipulasi dan penyalahgunaan wewenang,” tambah pengacara muda dari LBH Achmad Madani Putra dan Rekan
Harapan keluarga korban dan masyarakat mendesak Kapolres Sumenep dan jajaran untuk segera menindaklanjuti kasus ini tanpa pandang bulu dan tanpa intervensi. Tersangka yang sudah berstatus DPO harus segera ditangkap, dan semua pihak yang terlibat harus diproses sesuai hukum yang berlaku.
Apabila penanganan terus dihambat, keluarga pelapor mengancam akan membawa kasus ini ke ranah yang lebih tinggi, termasuk ke Polda Jatim, Kompolnas, hingga Komnas Perempuan, serta menggalang dukungan masyarakat melalui media massa dan media sosial.
“Kami tidak akan tinggal diam. Kami akan terus memperjuangkan keadilan, bukan hanya untuk anak kami, tetapi untuk semua perempuan yang berpotensi menjadi korban kebohongan dan pemalsuan seperti ini.” pernyataan tegas dari keluarga pelapor.
Keadilan bukan hanya tentang hukum tertulis, tetapi tentang keberanian menegakkan kebenaran di hadapan tekanan dan kekuasaan. Kasus ini bukan hanya tentang satu tersangka, tapi juga tentang integritas institusi hukum kita. Apakah aparat kepolisian dan lembaga negara akan berpihak pada keadilan? Ataukah diam demi menjaga kepentingan oknum? (int)